KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
rasa syukur ini senantiasa kami ucapkan kepada allah swt. Berkat rahmat dan
hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan makalah oceanografi ini. Shalawat dan
salam kami sampaikan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW yang membawa umat
manusia dari dunia yang tidak berilmu pengetahuan ke dunia yang berilmu
pengetahuan.
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini banyak pihak-pihak yang sangat besar
jasanya dalam memberikan bimbingan dan arahan sehingga makalah ini mempunyai
nilai positif dan bermanfaat.
Penulis
berharap agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca, serta pihak-pihak yang
membutuhkan dan menambah wawasan dalam ilmu oceanografi terutama pada materi
pasang surut air laut. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Demikan,
atas segala kekurangan penulis mengucapkan mohon maaf dan terima kasih.
Banda
aceh,6 November 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernahkah kamu pergi ke pantai? Mengapa air
laut naik dan turun? Bagi kamu yang tinggal di daerah pantai, gejala alam
berupa naik turunnya air laut tentu sudah tidak asing lagi. Peristiwa naiknya
permukaan air laut disebut dengan pasang, sedangkan peristiwa turunnya air laut
disebut dengan surut.
Dalam sehari, rata-rata akan terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut. Mengapa demikian? Pasang dan surut air taut
dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan dan matahari. Bulan yang lebih dekat
dengan bumi mempunyai pengaruh yang lebih besar pada pasang dan surutnya air
laut dibandingkan dengan pengaruh gravitasi matahari.
Pasang dan surut terbesar terjadi pada saat
bulan baru dan bulan pumama karena pada saat itu, matahari, bulan, dan bumi
berada dalam bidang segaris. Pasang terendah terjadi pada saat bulan perbani.
Oleh karena itu, pasang terendah disebut juga pasang perbani. Ketika pasang
perbani, pasang terjadi serendah-rendahnya karena kedudukan matahari dan bulan
terhadap bumi membentuk sudut 90 derajat. Oleh karena itu, gravitasi bulan dan
matahari akan saling memperlemah.
Perbedaan tinggi air pada saat pasang dan
surut di laut terbuka mencapai 3 m. Tetapi, di tempat-tempat sempit seperti di
selat atau di muara sungai, perbedaan tinggi air ini dapat mencapai 16 m.
Bumi yang diselubungi air laut akan sangat
dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan. Akibatnya, daerah yang berhadapan dengan
bulan akan mengalami pasang, sedangkan daerah yang tegak lurus terhadap
kedudukan bulan akan mengalami surut.
Untuk mengetahui bagai mana proses terjadinya
pasang surut dan faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut maka disusunlah makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa devenisi dari pasang surut ?
2. Apa teori yang membahas pasang surut ?
3. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya pasang
surut ?
4. Apa saja tipe-tipe pasang surut?
5. Bagaiman arus pasang surut ?
6. Apa alat yang bisa digunakan untuk mengukur
pasang surut?
7. Bagaimana pasang surut di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui devenisi dari pasang surut ?
2. Untuk mengetahui teori yang membahas pasang
surut ?
3. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan
terjadinya pasang surut ?
4. Untuk mengetahui tipe-tipe pasang surut?
5. Untuk mengetahui arus pasang surut ?
6. Untuk mengetahui alat yang bisa digunakan
untuk mengukur pasang surut?
7. Untuk mengetahui pasang surut di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut
diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik
benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.
Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik
turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena
jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga
jenis yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi
padat (tide of the solid earth).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik
gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah
luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran
bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih
besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada
jarak matahari ke bumi.
Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan
menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional
di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh
deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan
matahari.
B. Teori Pasang Surut
a) Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory).
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan
oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat
pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh
permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan.
Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang
surut (King, 1966).
Untuk memahami gaya pembangkit pasang surut
dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2
yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari. Pada teori kesetimbangan
bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik
turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide
Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal,
teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari.
Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air
rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
b) Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam
teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada
kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang
dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya.
Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi
oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh
gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825).
Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat
diketahui secara kuantitatif.
Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut
menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding
dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat
faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958),
faktor-faktor tersebut adalah :
·
Kedalaman perairan dan luas perairan
·
Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
·
Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang
bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di
belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan
benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi
semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua
kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda
tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan
dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang
pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan
persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka
semaikin besar pengaruh gesekannya.
C. Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada
sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari.
Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan,
pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga
terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan
seperti, topogafi dasarlaut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai
lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik
gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah
luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi
berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil
dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya
tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada
jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan
menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut
ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang
orbital bulan dan matahari (Priyana,1994)
Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya
gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa
benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik
(gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan
karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih
dekat ke bumi.
Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi,
menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk
karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang
mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara
periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun
dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali
pasang dan dua kali surut selama periode sedikit diatas 24 jam (Priyana,1994)
D. Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit
pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir.
Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal.
1. Pasang surut diurnal.
Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali
pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. pasang surut semi diurnal.
Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. pasang surut campuran.
Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila
bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal,
dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di
Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang
hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat
Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal
Tide)
Merupakan pasut yang
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat
di Selat Malaka hingga Laut Andam
3.
Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing
Diurnal)
Merupakan pasut yang
tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut terkadang
dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan
waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4.
Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan
dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu
kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di
Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur
Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan
naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang
disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat
karena gerakan pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit
seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut(Tidal current). Gerakan aruspasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami
perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya.
Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air
mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang
disebabkan oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki
karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb.
Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki
perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini
akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasarlaut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya
lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi,
dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda)
dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang
bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga
terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi
batas.
F. Alat-Alat Pengukuran Pasang Surut
Beberapa alat prngukuran pasang surut
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.Tide Staff.
1.Tide Staff.
Alat ini berupa papan yang telah diberi skala
dalam meter atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang
surut di lapangan.Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat pengukur pasut paling
sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka lautatau tinggi gelombang air laut.
Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari
kayu, alumunium atau bahan
lain yang di cat anti karat.
Syarat
pemasangan papan pasut adalah :
1 .Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut
terendah masih tergenang oleh air
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau
pada daerah aliran sungai (aliran
debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas
yang menyebabkan air bergerak secara tidak teratur
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang
mudah untuk diamati dan dipasang tegak lurus
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya
dermaga sehingga papan mudah dikaitkan
6. Dekat dengan bench
mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah untuk
diikatkan terhadap titik referensi
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil.
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil.
2.Tide gauge.
Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan
muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki
sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam
komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu
:
1. Floating tide gauge (self registering)
Prinsip
kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung
yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan
pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah
dengan cara rambu pasut.
2. Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip
kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun
perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording
unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di
bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk
pengamatan pasang surut.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya
sistem satelitGeos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang
yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es
kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global.
Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter),
penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi
tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar)
kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh
permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.
Prinsip penentuan perubahan kedudukan
muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka
tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran
dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan
sehingga fenomena kenaikan muka laut dapat terlihat melalui analisis deret
waktu (time series analysis). Analisis deret waktu dilakukan
karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan fenomena
sekularnya.
G. Pasang Surut di Perairan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang
dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta
posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi pasang surut,
angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di
wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang
surut cukup tinggi.
Keadaan pasang surut di perairan Nusantara
ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta
morfologi pantai dan batimeri perairan yang kompleks dimana terdapat banyak
selat, palung dan laut yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut
membentuk pola pasang surut yang beragam.
Di Selat Malaka pasang surut setengah harian
(semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan
pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal
sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya
adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang
surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa.
Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok
diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk
Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal.
Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6
meter. Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 m
kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6
meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik
turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan.
Teori pasang surut : Teori Kesetimbangan
(Equilibrium Theory) dan Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang
surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya,
revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan
berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi
bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar.
Tipe-tipe pasang surut :Pasang surut diurnal,
pasang surut semi diurnal dan pasang surut campuran.
Beberapa alat prngukuran pasang surut
diantaranya adalah: Tide Staff dan tide Guag
B. Saran
Kita sebagai seorang
mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya banyak sekali yang dapat dipelajari
dari pasang surut ini. yang sangat perlu bagi kelangsungan kehidupan perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Gross, M. G.1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall,
Inc. Englewood Cliff. New Jersey
King, C. A. M. 1966. An Introduction to Oceanography. McGraw
Hill Book Company, Inc. New York. San Francisco.
Mac Millan, C. D. H. 1966. Tides. American Elsevier Publishing
Company, Inc., New York
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang
Surut. Ed.
Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga
www.dishidros.or.id
www.gdl.geoph.itb.ac.id
No comments:
Post a Comment